Minat Membaca Di Dunia Menjadi Hal Penting Untuk Dilestarikan, Bagaimana Dengan Indonesia?

Tahun 2020 adalah puncaknya minat membaca menjadi naik, dikarenakan banyaknya orang ingin membaca adanya momen pandemi Covid-19 yang sebagian besar orang meningkat minat membaca karena ruang lingkup kegiatannya dibatasi. Banyak negara yang masih memiliki nilai literasi masih rendah, hal ini disebabkan karena tidak adanya sistem literasi yang baik yang dilakukan oleh sebagian negara dalam menggalakan budaya membaca.

Minat Membaca Di Dunia Menjadi Hal Penting Untuk Dilestarikan, Bagaimana Dengan Indonesia?

Photo by Christin Hume on Unsplash

Tahun 2020 adalah puncaknya minat membaca menjadi naik, dikarenakan banyaknya orang ingin membaca karena adanya pandemi Covid-19 yang sebagian besar orang meningkat minat membaca karena ruang lingkup kegiatannya dibatasi, banyak negara yang masih memiliki nilai literasi masih rendah, hal ini disebabkan karena tidak adanya sistem literasi yang baik yang dilakukan oleh sebagian negara dalam menggalakan budaya membaca.

Pentingnya membaca

Kemampuan membaca adalah salah satu keterampilan dasar terpenting yang dapat dipelajari seseorang saat ini. Padahal, membaca sangat penting untuk dapat berhubungan dan mengambil bagian dalam masyarakat. Hal ini diperlukan untuk membaca berita. Selain itu, mengakses informasi secara online atau di buku dan majalah membantu orang tetap terdidik untuk mendapat informasi tentang dunia di sekitar mereka. Otak manusia membutuhkan perkembangan yang konstan dan membaca adalah aktivitas untuk membantu. Membaca membantu orang menciptakan imajinasi yang lebih aktif dan juga mengarah ke tingkat kreativitas yang lebih tinggi.

Evolusi literasi

Tidak mengherankan bahwa literasi telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1820 hanya 12% penduduk yang bisa membaca dan menulis, sedangkan saat ini 86% penduduk sudah bisa membaca.

Tingginya tingkat literasi sebagian besar disebabkan oleh perbaikan besar yang pendidikan yang dapat diakses oleh semua orang dan peningkatkan kesetaraan distribusi buku di seluruh pelosok dunia. Namun jika dilihat melihat peningkatan besar di negara-negara dunia pertama, negara-negara miskin masih memiliki tingkat kemampuan membaca yang rendah. Di Nigeria, misalnya, menurut UNESCO angka literasi untuk kaum muda (15-24 tahun) hanya 36,5%.

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), badan yang memantau literasi di seluruh dunia, mengatakan masih ada kekhawatiran tingkat literasi yang rendah ini di seluruh dunia. UNESCO telah berada di garis depan yang mengupaya literasi global sejak tahun 1946.

Untuk memajukan angka literasi sebagai bagian hal yang intensif dari pembelajaran seumur hidup dan agenda tahun 2030 untuk pembangunan berkelanjutan, UNESCO mengambil pendekatan berikut untuk mempromosikan tingkat literasi di seluruh dunia, dengan penekanan pada pemuda dan orang dewasa dengan cara:

  • Membangun fondasi yang kuat melalui pengasuhan dan pendidikan anak usia dini.
  • Memberikan pendidikan dasar yang berkualitas untuk semua anak
  • Meningkatkan tingkat literasi fungsional untuk remaja dan orang dewasa yang tidak memiliki keterampilan literasi dasar
  • Mengembangkan lingkungan literasi

Negara yang paling banyak menghabiskan waktu membaca

Photo by Ben White on Unsplash

Indeks Skor Budaya Dunia melakukan studi global untuk mengukur jumlah waktu yang dihabiskan orang di seluruh dunia untuk membaca setiap minggu. Hasil penelitian ini tidak merinci jenis materi apa yang sedang dibaca, yang bisa berupa apa saja mulai dari berita online,email kerja, majalah hingga buku cetak. Selain itu, penelitian ini tidak melaporkan informasi spesifik tentang orang yang disurvei (seperti usia, tingkat pendidikan, atau jenis kelamin) atau berapa banyak orang yang disurvei. Temuannya adalah sebagai berikut:

Finlandia

Finlandia tercatat sebagai salah satu negara yang menjadikan kegiatan membaca sebagai budaya. Kegiatan tersebut didukung oleh banyak perpustakaan yang menjadi perpustakaan umum, perpustakaan universitas, dan perpustakaan keliling yang melayani masyarakat yang berada di pedesaan atau kota-kota kecil. Sistem pendidikan di Finlandia ikut menumbuhkan budaya membaca lewat tugas membaca satu buku dalam sepekan.

Belanda

Sejak dini Belanda sudah menerapkan peningkatan minat membaca pada masyarakatnya, dengan cara bayi-bayi ketika berusia empat bulan otomatis mendapatkan formulir keanggotaan perpustakaan umum. Adapun sistem pendidikan di Belanda berupaya menumbuhkan minat baca anak-anak lewat kewajiban membaca buku setiap pagi sebelum mengawali pelajaran dan sore hari sebelum pulang. Selain itu, sekolah-sekolah di Belanda juga membuat agenda rutin kunjungan ke perpustakaan umum. Pekan Membaca Nasional juga menjadi event masyarakat untuk mendapatkan buku-buku baru secara cuma-cuma dengan menukarkan buku lamanya.

Swedia

Swedia yang termasuk dalam negara yang memberikan buku bacaan dalam paket bingkisan kepada keluarga yang baru memiliki bayi. Tentu tujuannya adalah menumbuhkan budaya membaca sejak dini. Tingginya minat membaca masyarakat Swedia terlihat dari ramainya perpustakaan umum yang tersebar di sejumlah titik keramaian seperti pusat perbelanjaan dan stasiun kereta api. Dengan memberikan buku secara gratis dengan cara menaruh buku di tempat yang gampang ditemukan, contohnya di bangku taman atau halte bus.

Jepang

Tingginya minat baca masyarakat Jepang terlihat dari kebiasaan yang dilakukan ketika menunggu atau naik angkutan umum. Jika diperhatikan kebanyakan buku yang diterbitkan di Jepang didesain dalam ukuran kecil, ringan, dan mudah dibawa kemana-mana. Adanya kebiasaan unik dari mencerminkan tingginya minat baca masyarakat Jepang. Kebiasaan tersebut adalah Tachiyomi (istilah membaca buku sambil berdiri). Kemudian Pemerintah Jepang juga menyediakan perpustakaan umum dengan berbagai fasilitas pendukung seperti Wi-Fi, komputer, dan ruang baca yang nyaman.

Bagaimana dengan Indonesia?

Photo by Muhammad Haikal Sjukri on Unsplash

Kenyataan masalah terbesar dari Indonesia adalah masalah jumlah buku yang beredar di seluruh pelosok Indonesia. Faktanya adalah dengan jumlah penduduk kurang lebih 280 juta jiwa, dengan jumlah buku eksemplar adalah sejumlah 23 juta dan Rasio Nasional buku terhadap penduduk adalah 0,09 %, angka ini terbilang sangat kecil untuk meningkatkan niat baca seluruh masyarakat Indonesia. Diibaratkan satu buku berbanding dengan 11 orang pembaca, belum lagi ditambah ditambah distribusi buku lebih banyak 90% tersebar di Pulau Jawa. Padahal anjuran dari UNESCO adalah minimal 1 orang itu 3 buku setiap tahunnya. Contohnya di daerah Jawa sendiri ada yang menempuh jarak sampai 20 km untuk ke perpustakaan umum terdekat. Penyebab utamanya adalah buku-buku sekolah mereka  sebagian besar dari bantuan pemerintah kurikulum tahun 90an. Jika dibandingkan dengan negara Asia Timur, Eropa, dan Amerika rata-rata 1 orang anak membaca 15-30 buku setiap tahunnya.

Untuk mengatasi rendahnya literasi tersebut, sejak beberapa tahun ke belakang Pemerintah gencar melakukan berbagai program literasi, terutamanya di lingkungan sekolah. Hal ini, berkaca dari negara-negara lain yang sudah memiliki program literasi sejak lama.